Rabu, 02 Maret 2011

Enam Hal yang Perlu Ditentukan Sebelum Mulai Melukis

Dikutip dari: http://www.lukisan.info/tips/enam-hal-yang-perlu-ditentukan-sebelum-mulai-melukis/#more-305

Sebelum mulai melukis diperlukan perencanaan detail yang hati-hati, atau anda ingin membuat lukisan tanpa perencanaan dan mengalir begitu saja? Merencanakan penulisan akan sangat menolong anda, tetapi tetap memungkinkan spontanitas anda dalam melukis. Tetap membiarkan lukisan berkembang secara bebas dan spontan akan memudahkan anda dalam membuat lukisan, tetapi dengan adanya rencana lukisan akan tetap pada jalurnya dan tidak berakhir menjadi kacau. Perencanaan lukisan tergantung pada masing-masing seniman, ada yang menganggapnya sangat penting, dan ada yang justru menganggapnya sebagai penghalang. Tanpa memperhatikan perencanaan lukisan, berikut beberapa hal yang perlu diputuskan sebelum anda mulai melukis.

1. Tentukan Subjek Lukisan

Menentukan subjek lukisan secara logis merupakan langkah yang paling awal sebelum kita memulai lukisan karena ini akan mempengaruhi format lukisan, medium lukisan, dan teknik yang akan digunakan dalam membuat lukisan. Jika anda hanya memiliki ide yang samar mengenai sebuah subjek lukisan, seperti pemandangan yang sangat luas, pembuatan sketsa atau studi kecil akan membuat anda melihat dengan baik komposisi dan pemilihan elemen lukisan, tanpa menghabiskan banyak waktu atau bahan-bahan, jika dibandingkan dengan melukisnya secara penuh. Studi lebih lanjut mengenai objek dapat digunakan sebagai dasar atau referensi dalam pembuatan lukisan skala penuh. Tetapi jika dalam melakukan studi anda justru menjadi kaku dalam membuat lukisan skala besar karena membuat anda terlalu focus dalam meniru subjek,lebih baik anda mengingat subjek secukupnya, membuat sketsa kasar untuk menentukan komposisi dan memakai referensi foto jika anda ingin mengerjakannya di studio.

2.Tentukan Format

Setelah menentukan subjek, anda perlu menentukan lukisan, apakah akan berbentuk landskap, potret atau persegi. Bentuk kanvas harus sesuai cocok dengan subjek. Sebagai contoh jika anda ingin membuat lukisan pemandangan yang lebar, maka kanvas yang paling cocok adalah yang berbentu lanskap.

3. Tentukan Ukuran

Ukuran lukisan tidak dapat ditentukan dari media yang anda miliki. Ukuran kertaslah yang harus menyesuaikan subjek. Bayangkan jika suatu objek dilukis kecil, atau mungkin sangat besar. Anda akan membuatnya sesuai ukuran sebenarnya atau lebih besar. Sebagai contoh, potret yang dibuat lebih besar dari ukuran aslinya akan terasa sangat dramatis.

4. Tentukan Medium dan Teknik

Jika anda hanya pernah menggunakan satu medium lukis, maka anda tidak perlu memutuskan mana media terbaik dari suatu subjek. Pakailah media yang biasa anda gunakan. Tetapi bagaimana dengan teknik? Sebagai contoh, jika anda menggunakan cat akrilik, anda akan menggunakannya secara tebal atau tipis, seperti memakai cat air, apakah anda akan menggunakan retarder untuk menghambat pengeringan cat? Jika anda memakai cat air, apakah anda akan memakai cairan pelapis untuk menjaga area tetap putih?

5. Tentukan Media/Permukaan Lukisan

Apakah anda akan melukis pada media kanvas, papan atau kertas? Apakah kanvas dengan serat yang bagus seperti linen, atau serat kasar? Apakah kertas halus atau kasar? Keputusan ini tidak hanya mempengaruhi tekstur hasil akhir, tetapi juga cara anda membuat lukisan. Seagai contoh, dengan menggunakan kanvas akan tahan pada teknik impasto berulang-ulang.

6. Memilih Warna

Jika anda memakai cat minyak, akrilik atau cat air, apakah akan menggunakan background, akan berwarna apa ini? Bagaimana dengan pemakaian warna komplemen pada warna utama? Jika anda memakai pastel, kertas berwarna apa yang akan anda pakai?
Apakah anda akan menggunakan warna realistic atau tidak? Apakah anda akan menggunakan warna apapun yang anda punyai atau memilih sedikit untuk membuat palet? Bekerja dengan jarak warna yang terbatas dapat berkontribusi pada kesan kesatuan pada lukisan dank san kuat pada identitas.

Pacu Semangat Belajar Anda!

Oleh: Adhitya

Mungkin pernah suatu saat, saya sendiri atau bahkan semuanya saja yang pernah menjadi pelajar utamanya, merasakan yang namanya malas belajar. Benar bukan?
Ya, jujur saja hal itu pernah sepintas (atau bahkan dalam rutinitas) menjadi masalah yang cukup menjengkelkan, mengingat yang namanya belajar, terutama dalam konteks akademis, seolah-olah merupakan kewajiban atau justru menjadi sebuah beban dalam hidup baik bagi seorang siswa atau bahkan juga bagi kalangan mahasiswa.
Disini saya bukan ingin menggurui para pembaca, mengingat kapasitas saya juga belum sekompeten itu untuk menjadi pemberi petuah. Disini saya hanya ingin memaparkan bagaimana sebenarnya saya menghadapi berbagai masalah yang tentunya benar-benar menjadi pengalaman hidup saya. Masalah yang pernah dan mungkin untuk beberapa waktu yang tidak dapat diperkirakan akan menjadi masalah keseharian saya sebagai orang yang berusaha untuk memahami hidup yang rumit ini.
Saya hanya ingin membagikan beberapa ide yang mungkin dapat diterapkan dalam kehidupan pembaca sehari-hari dalam menghadapi rasa malas belajar anda.

1. Belajar adalah Bentuk Pengabdian kepada Tuhan

Apapun agama dan kepercayaan anda, saya yakin sepenuhnya bahwa semuanya mengajarkan kepada kebaikan. Belajar merupakan suatu tindakan dimana kita diberikan kesempatan untuk memahami maksud Tuhan. Maksud mengenai segala sesuatu yang ingin kita ketahui selama kehidupan ini berlangsung. Jika anda mulai merasa sifat malas anda mulai mengendalikan tubuh anda, ingatlah satu hal, “Bekerja keras adalah bentuk terima kasih atas anugerah yang diberikan Tuhan, dan belajar merupakan salah satu cara untuk mengetahui seberapa besar anugerah yang telah diberikan olehNya.” Dengan begitu, anda akan selalu bersyukur.

2. Persepsi Bahwa Belajar Merupakan Kewajiban adalah Salah Besar!

terkadang kita berpikir dengan terlalu sederhana, “Belajar memang kewajiban seorang pelajar.” Hal ini yang membuat pikiran kita terjebak. Jika kita berpikir seperti itu, setelah lepas dari ‘jabatan’ sebagai pelajar, apakah kita tidak perlu belajar? Ubah persepsi semacam itu menjadi “Belajar adalah kebutuhan” Jika memang butuh, maka pasti akan ada usaha pemenuhannya bukan? kalau tidak butuh tentu saja dipaksapun tak aka nada artinya.

3. Tentukan Tujuan Belajar Anda

Apakah anda tergolong pelajar yang mendewakan nilai? Tentu saja semua pelajar ingin memperoleh nilai yang bagus. tetapi tentu saja, nilai yang bagus bersumber dari hasil kerja yang bagus. Jadi jika ingin hasil yang bagus optimalkan kerja anda.

4. Nikmati

Ini yang paling berat. Sudah banyak teori yang pernah kita dengar atau baca. Kenyataannya kadang hanya bekerja sesaat. Hal ini juga sering saya rasakan. Untuk bisa menikmati, pada prinsipnya, kita harus menyukai dahulu. Ubah semua sugesti anda bahwa apa yang anda pelajari tidak selamanya membosankan. Sekali lagi jangan sekali-kali membuat belajar adalah paksaan, tetapi karena anda ingin tahu hal-hal yang ingin anda pelajari. Itulah sebabnya mengapa penggila bola bisa hafal di luar kepala nama pemain bahkan hingga nomor punggung kesebelasan yang disukainya. Bahkan saat bursa transfer mereka cukup hafal siapa saja pemain yang dikontrak dan berapa besar kontrak tersebut.

Demikian beberapa tips yang dapat saya bagi, mudah-mudahan bermanfaat bagi kita semua. Amin. Terima kasih.

10 Rahasia Sukses Orang Jepang

1. Kerja Keras

Sudah menjadi rahasia umum bahwa bangsa Jepang adalah pekerja keras. Rata-rata
jam kerja pegawai di Jepang adalah 2450 jam/tahun, sangat tinggi dibandingkan
dengan Amerika (1957 jam/tahun), Inggris (1911 jam/tahun), Jerman (1870
jam/tahun), dan Perancis (1680 jam/tahun). Seorang pegawai di Jepang bisa
menghasilkan sebuah mobil dalam 9 hari, sedangkan pegawai di negara lain
memerlukan 47 hari untuk membuat mobil yang bernilai sama. Seorang pekerja
Jepang boleh dikatakan bisa melakukan pekerjaan yang biasanya dikerjakan oleh
5-6 orang. Pulang cepat adalah sesuatu yang boleh dikatakan "agak memalukan" di
Jepang, dan menandakan bahwa pegawai tersebut termasuk "yang tidak dibutuhkan"
oleh perusahaan.


2. Malu

Malu adalah budaya leluhur dan turun temurun bangsa Jepang. Harakiri (bunuh
diri dengan menusukkan pisau ke perut) menjadi ritual sejak era samurai, yaitu
ketika mereka kalah dan pertempuran. Masuk ke dunia modern, wacananya sedikit
berubah ke fenomena "mengundurkan diri" bagi para pejabat (mentri, politikus,
dsb) yang terlibat masalah korupsi atau merasa gagal menjalankan tugasnya. Efek
negatifnya mungkin adalah anak-anak SD, SMP yang kadang bunuh diri, karena
nilainya jelek atau tidak naik kelas. Karena malu jugalah, orang Jepang lebih
senang memilih jalan memutar daripada mengganggu pengemudi di belakangnya
dengan memotong jalur di tengah jalan. Mereka malu terhadap lingkungannya
apabila mereka melanggar peraturan ataupun norma yang sudah menjadi kesepakatan
umum.

3. Hidup Hemat

Orang Jepang memiliki semangat hidup hemat dalam keseharian. Sikap anti
konsumerisme berlebihan ini nampak dalam berbagai bidang kehidupan. Di masa
awal mulai kehidupan di Jepang, saya sempat terheran-heran dengan banyaknya
orang Jepang ramai belanja di supermarket pada sekitar jam 19:30. Selidik punya
selidik, ternyata sudah menjadi hal yang biasa bahwa supermarket di Jepang akan
memotong harga sampai separuhnya pada waktu sekitar setengah jam sebelum tutup.
Seperti diketahui bahwa Supermarket di Jepang rata-rata tutup pada pukul 20:00.

4. Loyalitas

Loyalitas membuat sistem karir di sebuah perusahaan berjalan dan tertata dengan
rapi. Sedikit berbeda dengan sistem di Amerika dan Eropa, sangat jarang orang
Jepang yang berpindah-pindah pekerjaan. Mereka biasanya bertahan di satu atau
dua perusahaan sampai pensiun. Ini mungkin implikasi dari Industri di Jepang
yang kebanyakan hanya mau menerima fresh graduate, yang kemudian mereka latih
dan didik sendiri sesuai dengan bidang garapan (core business) perusahaan.

5. Inovasi

Jepang bukan bangsa penemu, tapi orang Jepang mempunyai kelebihan dalam meracik
temuan orang dan kemudian memasarkannya dalam bentuk yang diminati oleh
masyarakat. Menarik membaca kisah Akio Morita yang mengembangkan Sony Walkman
yang melegenda itu. Cassete Tape tidak ditemukan oleh Sony, patennya dimiliki
oleh perusahaan Phillip Electronics. Tapi yang berhasil mengembangkan dan
membundling model portable sebagai sebuah produk yang booming selama puluhan
tahun adalah Akio Morita, founder dan CEO Sony pada masa itu. Sampai tahun
1995, tercatat lebih dari 300 model walkman lahir dan jumlah total produksi
mencapai 150 juta produk. Teknik perakitan kendaraan roda empat juga bukan
diciptakan orang Jepang, patennya dimiliki orang Amerika. Tapi ternyata Jepang
dengan inovasinya bisa mengembangkan industri perakitan kendaraan yang lebih
cepat dan murah.

6. Pantang Menyerah

Sejarah membuktikan bahwa Jepang termasuk bangsa yang tahan banting dan pantang
menyerah. Puluhan tahun dibawah kekaisaran Tokugawa yang menutup semua akses ke
luar negeri, Jepang sangat tertinggal dalam teknologi. Ketika restorasi Meiji
(meiji ishin) datang, bangsa Jepang cepat beradaptasi dan menjadi fast-learner.
Kemiskinan sumber daya alam juga tidak membuat Jepang menyerah. Tidak hanya
menjadi pengimpor minyak bumi, batubara, biji besi dan kayu, bahkan 85% sumber
energi Jepang berasal dari negara lain termasuk Indonesia . Kabarnya kalau
Indonesia menghentikan pasokan minyak bumi, maka 30% wilayah Jepang akan gelap
gulita Rentetan bencana terjadi di tahun 1945, dimulai dari bom atom di
Hiroshima dan Nagasaki , disusul dengan kalah perangnya Jepang, dan ditambahi
dengan adanya gempa bumi besar di Tokyo . Ternyata Jepang tidak habis. Dalam
beberapa tahun berikutnya Jepang sudah berhasil membangun industri otomotif dan
bahkan juga kereta cepat (shinkansen) . Mungkin cukup menakjubkan bagaimana
Matsushita Konosuke yang usahanya hancur dan hampir tersingkir dari bisnis
peralatan elektronik di tahun 1945 masih mampu merangkak, mulai dari nol untuk
membangun industri sehingga menjadi kerajaan bisnis di era kekinian. Akio
Morita juga awalnya menjadi tertawaan orang ketika menawarkan produk Cassete
Tapenya yang mungil ke berbagai negara lain. Tapi akhirnya melegenda dengan
Sony Walkman-nya. Yang juga cukup unik bahwa ilmu dan teori dimana orang harus
belajar dari kegagalan ini mulai diformulasikan di Jepang dengan nama
shippaigaku (ilmu kegagalan). Kapan-kapan saya akan kupas lebih jauh tentang ini

7. Budaya Baca

Jangan kaget kalau anda datang ke Jepang dan masuk ke densha (kereta listrik),
sebagian besar penumpangnya baik anak-anak maupun dewasa sedang membaca buku
atau koran. Tidak peduli duduk atau berdiri, banyak yang memanfaatkan waktu di
densha untuk membaca. Banyak penerbit yang mulai membuat man-ga (komik
bergambar) untuk materi-materi kurikulum sekolah baik SD, SMP maupun SMA.
Pelajaran Sejarah, Biologi, Bahasa, dsb disajikan dengan menarik yang membuat
minat baca masyarakat semakin tinggi. Saya pernah membahas masalah komik
pendidikan di blog ini. Budaya baca orang Jepang juga didukung oleh kecepatan
dalam proses penerjemahan buku-buku asing (bahasa inggris, perancis, jerman,
dsb). Konon kabarnya legenda penerjemahan buku-buku asing sudah dimulai pada
tahun 1684, seiring dibangunnya institute penerjemahan dan terus berkembang
sampai jaman modern. Biasanya terjemahan buku bahasa Jepang sudah tersedia
dalam beberapa minggu sejak buku asingnya diterbitkan.

8. Kerjasama Kelompok

Budaya di Jepang tidak terlalu mengakomodasi kerja-kerja yang terlalu bersifat
individualistik. Termasuk klaim hasil pekerjaan, biasanya ditujukan untuk tim
atau kelompok tersebut. Fenomena ini tidak hanya di dunia kerja, kondisi kampus
dengan lab penelitiannya juga seperti itu, mengerjakan tugas mata kuliah
biasanya juga dalam bentuk kelompok. Kerja dalam kelompok mungkin salah satu
kekuatan terbesar orang Jepang. Ada anekdot bahwa "1 orang professor Jepang
akan kalah dengan satu orang professor Amerika, hanya 10 orang professor
Amerika tidak akan bisa mengalahkan 10 orang professor Jepang yang berkelompok"
. Musyawarah mufakat atau sering disebut dengan "rin-gi" adalah ritual dalam
kelompok. Keputusan strategis harus dibicarakan dalam "rin-gi".

9. Mandiri

Sejak usia dini anak-anak dilatih untuk mandiri. Irsyad, anak saya yang paling
gede sempat merasakan masuk TK (Yochien) di Jepang. Dia harus membawa 3 tas
besar berisi pakaian ganti, bento (bungkusan makan siang), sepatu ganti,
buku-buku, handuk dan sebotol besar minuman yang menggantung di lehernya. Di
Yochien setiap anak dilatih untuk membawa perlengkapan sendiri, dan bertanggung
jawab terhadap barang miliknya sendiri. Lepas SMA dan masuk bangku kuliah
hampir sebagian besar tidak meminta biaya kepada orang tua. Teman-temen
seangkatan saya dulu di Saitama University mengandalkan kerja part time untuk
biaya sekolah dan kehidupan sehari-hari. Kalaupun kehabisan uang, mereka
"meminjam" uang ke orang tua yang itu nanti mereka kembalikan di bulan
berikutnya.

10. Jaga Tradisi & Menghormati Orang Tua

Perkembangan teknologi dan ekonomi, tidak membuat bangsa Jepang kehilangan
tradisi dan budayanya. Budaya perempuan yang sudah menikah untuk tidak bekerja
masih ada dan hidup sampai saat ini.

Budaya minta maaf masih menjadi reflek orang Jepang. Kalau suatu hari anda naik
sepeda di Jepang dan menabrak pejalan kaki , maka jangan kaget kalau yang kita
tabrak malah yang minta maaf duluan.

Sampai saat ini orang Jepang relatif menghindari berkata "tidak" untuk apabila
mendapat tawaran dari orang lain. Jadi kita harus hati-hati dalam pergaulan
dengan orang Jepang karena "hai" belum tentu "ya" bagi orang Jepang Pertanian
merupakan tradisi leluhur dan aset penting di Jepang. Persaingan keras karena
masuknya beras Thailand dan Amerika yang murah, tidak menyurutkan langkah
pemerintah Jepang untuk melindungi para petaninya. Kabarnya tanah yang
dijadikan lahan pertanian mendapatkan pengurangan pajak yang signifikan,
termasuk beberapa insentif lain untuk orang-orang yang masih bertahan di dunia
pertanian. Pertanian Jepang merupakan salah satu yang tertinggi di dunia.

dikutip dari: http://www.taukahkamu.com/2010/11/10-rahasia-sukses-orang-orang-jepang.html